SUMPAH PEMUDA KINI DAN
MASA LALU
Refleksi 68 TahunIndonesia
Merdeka
Oleh
:
Deni Yudistira*
*Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional
Indonesia
Sudah
lebih dari setengah abad yang lalu Indonesia Merdeka, lepas dari belenggu
penjajahan ortodok, namun cita-cita yang diharapkan oleh para founding father
ibarat jauh panggang dari api , kemiskinan masih merajalela, tingkat ekonomi
masih rendah bahkan yang terjadi peningkatan perekonomian masih hanya dirasakan
oleh golongan kelas atas saja yang menguasai kapita yang cukup besar,
kasus-kasus kemiskinan terjadi hamper di berbagai daerah seperti kita lihat di
Jakarta yang merupakan elatase Indonesia
hamper di berbagai kecamatan dan kelurahan terlihat, gizi buruk,
penggangguran, bentrokan, sweeping, pembunuhan, perkosaan, senantiasa mewarnai
hari-hari kita yang tampa henti menyodorkan cerita-cerita negarif baik itu
melalui media massa, elektronik maupun televisi.
Cerita
tentang kemerdekaan sebagai jembatan emas, dan “nyanyian-nyanyian” pembukaan
teks proklamasi senantiasa berkumandang di setiap hari senin baik itu di balai
kota, sekolah, maupun di tempat-tempat lain, namun di ujung timur rumah kita
saudara-saudara kita telah menukar darah para leluhur mereka dengan secarik
kertas dari lorosae, belum cukup itu kita menyaksikan bagaimana para petani kehilangan
lahan, anak rimba yang kehilangan hutannya, serta anak-anak yang kehilangan
hak-haknya untuk dicerdas kan jiwa nya untuk menjadi suatu bangsa Indonesia,
muncul suatu pertanyaan apakah Indonesia itu miskin, apakah Indonesia tidak
mempunyai anggaran untuk itu, apahah Tuhan tidak merakhmati bumi persada
Indonesia ini?
Kawan
di kedai mas basuki yang kerjanya mengayuh becak berseloroh bahwa kita ini kaya, kita di rakhamati Tuhan tanah
yang subur, sambil menyeruput secangkir teh hangat, namun ia pun bingung
mengapa ia hanya bisa tidur diatas helicak itu padahal kakek dan neneknya
termasuk ibunya ikut bersama pemuda berperang melawan Penjajah Belanda, bahkan
sawah, kerbau dan balong pun mereka tinggalkan untuk menggangkat bamboo runcing
bersama, untuk membuat jembatan emas
Indonesia merdeka, kemanakah emas di cikotok itu, kemanakah Batubara, Gas itu,
dan kemanakah Pajak yang dipungut dari rakyat dari mulai bangun tidur hingga
kembali tidur dan kemanakah para pemuda itu sekarang?, masihkah ada Reinkarnasi
sifat Tan Malaka, Hatta, Soekarno, Semaun, Agus Salim, Atau Syahrie itu????????
PEMUDA MASA LALU DAN
KINI
Jauh
sebelum Indonesia Merdeka kita telah
mendengar tentang kesuksesan dan kegagahan para pemuda dalam mempertahankan
kedaulatan “lemah cai”nya, dari kaum kolonialisme yang mulai bercokol di
Nusantara, mulai dari Adi Pati Unus, Sultan Iskandar Muda, Sultan Hassanuddin,
Diponegoro, dengan sekuat tenaga mempertahankan sejengkal demi sejengkal
kedaulatan yang dimiliki meskipun masih bersifat kedaerahan, bahkan tidak
tertinggal juga para ibu-ibu sakti”seperti Tjut Nyak Dien, Tjut Meutia,
Kristina Marthatiahalu,hingga R.A Kartini ikut berjuang untuk membebaskan diri
dari belenggu penjajahan, meskipun sampai akhir hanyatnya tidak merasakan
suasana dari kemerdekaan itu, mungkin di alam sana mereka bersyukur dan
bergembira bahwa mereka telah mampu melahirkan cucu-cucu anak ibu pertiwi yang
mampu untuk menuntaskan cita-cita yang telah lama hilang itu.
Politik
etis itulah suatu konsep yang mungkin sangat benci oleh penjajah belanda, dan
mungkin juga J.P Quen sangat jengkel dengan konsep ini sebab semenjak konsep
ini berlaku maka mulailah banyak pada pemuda kaum boemipoetra mulai mengalami
aufklarung, sehingga membuat mereka kaum imperialis harus mencari celah bagaimana
cara untuk mempertahankan dominasi dari merebaknya kaum intelektual muda, baik
dari lembaga pendidikan formal bentukan maupun lembaga pendidikan non formal di
pesantren, hingga lahirlah para pemuda cerdik pandai seperti H.Agus Salim, Tan
Malaka, Soekarno,Hatta, Sjahrier, Natsier, Semun, Suwiryo,Ahmad Dahlan,
Tjokroaminoto, yang memiliki konsepsi-konsepsi untuk menyelamat Ummah dari
Penindasan, sebagaimana Tjokroaminoto nyatakan dalam Islam dan Sosialisme bahwa
“Tidaklah Wajar untuk melihat Indonesia sebagai sapi perahan yang diberikan
makan hanya disebaban oleh susunya, tidaklah pada tempatnya untuk mengganggap
negeri ini sebagai suatu tempat dimana orang-orang dating dengan maksud
mengambil hasilnya, dan pada saat ini tidaklah lagi dapat dipertanggungjawabkan
bahwa penduduknya terutama penduduk pribumi”, bahkan Hatta telah berjanji dan
menepati janjinya untuk tidak akan pernah menikah sebelum Indonesia merdeka,
pun sama dengan para pemuda-pemuda yang lain yang menjual kenikmatan-dan
kemewahan utuk Indonesia merdeka.
Lain
lading lain belalang lain lubuk lain pula ikannya, lain dulu lain sekarang dulu
pemuda berjuang untuk bangsanya kini tak sedikityang “menghancurkan
bangsanya,”. Penjajahan pada hakikatnya adalah upaya untuk meningkatkan ekonomi
dengan jalan merebut, mencengkram suatu wilayah untuk mendapatkan surplus
value, sehingga untuk melanggengkan penjajahan itu maka diperan para agen untuk
memperbodoh masyarakat, seperti dikatakan oleh penyair* bahwa cara
menghancurkan musuh yang paling efektif adalah dengan menghancurkan dari dalam
diri musuh itu sendiri, seperti yang dilakukan saat ini tidak sedikit para pemuda yang bekerja untuk kepentingan
orang lain dengan menghancurkan kehidupan dan masa depan bangsanya, seperti
yang sering kita lihat sudut-sudut warung kopi banyak terdapat para pemuda yang
masuk bui, mengutik Undang-undang bahwa pemuda adalah suatu individu yang masih
produktif dan mampu menghasilkan sesuatu, hal ini dapat kita pahami bahwa yang
dimaksud pemuda tidak terbatas oleh umur.
Ditahun
ini dita disajikan oleh rentetan para cerdik pandai yang dipaksa ngekost di
hotel prodeo, mulai dari Nazarudin, Angelina, Gayus,dll, yang notabene mereka
termasuk kedalam golongan pemuda harapan bangsa, seperti yang kita lihat di TV
ternyata kebanyakan adalah pelaku kasus korupsi, bahkan di era modern ini ada
juga Mahaguru di bidang pendidikan yang telah dirasuki oleh penyakit KKN ini
dan yang mengherankan di departemen tempat para cerdik pandai di bidang agama
terjadi kasus serupa, Naudzubillahimindzalik, kita dapat melihat bagaimana
kontrasnya sikap mereka dengan apa yang dilakukan oleh Sjafrudin Prawiranegara
yang tidak mampu membeli sehelai kain untuk persalinan walaupun berposisi
sebagai mentri keuangan, dan Hatta yang sampai akhir hayatnya tidak kesampaian
membeli sepatu bally walaupun bertahun-tahun menjadi wapres, padahal kini kita
dapat melihat baru kemarin sore menjadi pejabat public singlet yang dipake pun
sudah ganti asalnya dari tanah abang menjadi tanah abang sam.
Api
revolusi itu seakan-akan kian padam bahkan untuk sekedar memiliki jiwa
Indonesiapun mungkin telah padam, kita dapat melihat bagaimana Nasionalisme
kita telah dihancurkan oleh yang namanya K-Pop dimana saat Ustadz yang
menganjurkan kita untuk bersyukur atas kemenangan TIMNAS-U19 malah di bully
oleh para alayer yang bahkan seakan-akan tidak rela Indonesia sebagai bangsanya
mengalahkan fans favoritnya, saya seperti tak habis piker melihat phenomena ini
apakah building character sebagaimana yang digembor-gemborkan itu telah luluh lantak
oleh Gangnam Style.
SUMPAH PEMUDA PERAYAAN
DAN PENOLAKAN
Sumpah
pemuda merupakan muara dari keinginan para pemuda untuk menentukan nasib
bangsanya sendiri baik yang telah lama di kandung oleh para pendahulu baik
melalui Serekat Islam, Boedi Oetomo, Ormas-ormas, sehingga menginspirasi
pembentukan persatuan-persatuan daerah seperti Jong Java, Jong Sumatra, Jong
Batak, Ambon, Celebes Dll untuk mengikrarkan diri bersat padu bertekad bersama
untuk mendahulukan kepentingan bersama, masyarakat, bangsa, dan negara diatas
kepentingan pribadi dan golongan(samen bundeling van alle krachen van de natie)
sehingga terbentulah sumpah pemuda yang berbunyi:
”Kami Putra dan
Putri Indonesia Mengaku Bertumpah Darah
yang satu, Tanah Indonesia
”Kami Putra dan
Putri Indonesia Mengaku Berbangsa yang
satu, Bangsa Indonesia
”Kami Putra dan
Putri Indonesia Menjungjung Bahasa
Persatuan Bahasa Indonesia
Inilah
tonggak sejarah awal pergerakan kemerdekaan Indonesia secara Nasional
melepaskan diri dari golongan, suku, budaya menjadi suatu kekuatan besar yang
pada akhirnya mampu untuk melepaskan diri dari penjajahan sehingga menjadi
bangsa Indonesia yang merdeka Bersatu, namun perjuangan yang dilakukan dengan
pedoman sebagaimana yang dinyatakan oleh Tuhan Yang Maha Esa (Alloh SWT*)dalam
surat Ar-Ra’du ayat 11 :”ALLAH S.W.T
Tidak akan mengubah nasib suatu kaum sebelum
kaum itu sendiri merubahnya” sehingga meskipun harus berkorban nyawa
akhirnya Bung Karno-Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan atas nama bangsa
Indonesia.
Kemerdekaan
sebagai jembatan emas digunakan oleh para pemuda untuk menata kehidupan
bangsanya sendiri sehingga menuju bangsa yang merdeka adil dan makmur, dengan
berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, dan mampu mempertahankan dari Agresi militer
Belanda 1 dan 2 hingga akhirnya diakui sebagai bangsa yang merdeka secara De Jure dan De Facto, Peran Pemuda dalam masyarakat dalam mengisi kemerdekanan
dan pembangunan senantiasa dilaksanakan secara berkala hamper di setiap
angkatan baik itu angkatan 66, Malari, hingga Revolusi Setengah tiang 1998.
Namun
tanpa kita sadari ternyata terdapat berbagai para pemuda yang menjadi
belanda-belanda hitam yang senantiasa bekerja demi tuannya sehingga hutan
menjadi hilang, Laut habis, Emas dikirim ke New York dan yang paling parah lagi
Harga CPO harus ditentukan oleh luar negeri, Gas di bumi papua terbang kenegeri
panda padahal berduyun duyun orang mengantri Gas saban hari di sebagai bersar kota-kota Di Indonesia.
Ironis
memang kemerdekaan yang diraih dengan darah dan air mata mereka tukarkan dengan
kekayaan pribadi yang hanya secuil dari yang seharusnya di dapat, kita dapat
melihat dari kontrak karya besar yang hanya mendapatkan kurang dari 5% dari
laba bersih, padahal tanahh itu, emas itu , berlian itu ada di dalam perut ibu
pertiwi, perut yang selalu ditangisi oleh jutaan kaum papa Indonesia, Konsesi
minyak yang seharusnya mampu menunjang kehidupan rakyat banyak harus diserahkan
kepada para kontraktor asing, padahal perusahaan negeri sendiri sudah mampu
mengelolanya, kembali budaya inlander mulai hinggap ke dalam sanubari para
oknum pemuda harapan bangsa itu.
Menyitir
kalimat Mark Havelaar dalam peristiwa kelaparan di lebak, bahwa rakyat miskin
karena senantiasa di hisap oleh saudaranya sendiri, padahal Tuhan telah mengingatkan
kita bahwa “Setiap seorang muslim adalah saudara” sehingga bila ada kaum muslim
yang kekurangan maka kewajiban bagi kita untuk membantu melepaskan dari kekurangan itu.
Kemiskinan
, keterbelakangan dan ketika mampuan untuk memenuhi kebutuhan telah menjadikan
sebagaian rakyat Indonesia mencoba mengambil jalan pintas, orang strees karena
kemiskinan, mencopet, membunuh dan melakukan perbuatan negative lainnya, namun
di sisi lainya orang kaya sibuk menumpuk hartanya baik dengan cara yang benar
dan tidak sedikit dengan cara negative seperti korupsi kolusi, suap,
sogokan,hingga ngemplang pajak, alhasil dana yang seharusnya digunakan untuk
membangun bulding character, pembangunan pendidikan, kesehatan, dan
kesejahterraan untuk menggapai Indonesia adil dan makmur masih ibarat jauh
panggang dari api, kita melihat bergelimangan anak anak putus sekolah di
jalanan, harga semakin mahal, pata petani tak kerja,ini merupakan dampak dari
kolonialisme jenis baru dengan actor oknum para pemud.
Sumpah
pemuda sebagai tonggak persatuan harus senantiasa dirayakan, dan diresapi
sehingga muncul suatu antitesa baru dalam mencari konsepsi-konsepsi yang
cespleng untuk kemajuan bangsa, sebab jika hanya dirayakan sebagai even tahunan
dan seremonial maka tidak akan ada perubahan bung karno telah berpesan jangan
ambil abu revolusi tapi ambilah api revolusi yang menyala-nyala yang menjadi
spirit untuk Indonesia, alhasil kondisi ini maka telah bertahun-tahun sumpah
pemuda hanya menjadi rutinitas tanpa menjadi aksinyata, sehingga memunculkan
keraguan di sebagai para pemuda akan kesaktian dari sumpah pemuda itu , mereka
bahkan menolak perayaan sumpah pemuda dan menggantikannya dengan sumpah lain
yang tidak jelas apa jasanya untuk NKRI ini.
Penolakan
yang terjadi bukan tanpa alasan sebab di bumi pertiwi ini kemiskinan masih
mendominasi, kesengsaaraan adalah pandangan sehari hari, peningkatan
perekonomian 6-8% pertahun hanya dirasakan oleh kaum kelas atas saja sementara
kaum miskin hanya mendapatkan dampak negative dari pembangunan, munculnya
antitesa untuk menggunakan ke Khalifahan sebagai suatu alternative baru ibarat
oase di gunung bromo, yang meneduhkan sekaligus menyejukan.
Mimpi
mimpi hidup sejahtera, gemah ripah loh jenawi, seperti yang terjadi di jaman
Nabi Muhammad SAW, dan khulafaurrasidin semakin menyeruak bersamaan dengan
merebaknya ormas HTI dan Gema Pembebasan, ide untuk mengganti Pancasila dan
Indiologi (Islam) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi issue yang sangat
sentral sehingga dengant terang-terangan mereka menolak sumpah pemuda mengi.
SUMPAH PEMUDA DAN
RELEVANSI KE KINIAN
Sumpah
pemuda sebagai tonggak awal kemajuan dan keinginan yang dilakukan oleh para
pemuda hasil kristalisasi dari perjuangan pada founding father masih merupakan
suatu hal yang sangat layak untuk di laksanakan sebab dalam membangun suatu baldatun toyyibun warobbun ghofur
memerlukan suatu persatuan, memerlukan suatu kesinergisan sehingga tidak ada
rasa paling tinggi antar sesama manusia, perjuangan untuk mencapai kemandirian
bangsa memerlukan kerjasama antar berbagai pihak, sehingga sumpah pemuda tidak
menjadi lambing, dan kegiatan seremonial saja, Ahmad Dahlan berkata bahwa; “tidak pelu kita mengkitung berapa banyak
kita membaca surat Al-Ma’un tapi seberapa banya kita telah memberikan makan
pada orang miskin”.
Sumpah
Pemuda merupakan antitesa dari sampah pemuda, sampah tulang punggung bangsa
yang hanya menguras harta kekayaan Negara untuk tuanya di sana, Sumpah Pemuda
merupajan suatu niat, suatu cita-cita untuk melaksanakan suatu Aksi Massa,
bukan merupakan Massa Aksi yang menjadi alat dari Akssi Massa namun merupakan
aksi dari massa untuk menggapai kehidupan yang layak dari kebutuhan ekonomi dan
politik nya (Tan Malaka)sebab kondisi
ini bukan merupakan kiamat, tetapi masih bias kita rubah, masih bias di
perbaiki, sehingga masyarakat madani yang diharapakan akan terwujud.
Spirit
sumpah pemuda harus kita jadikan sebagai
aksi nyata untuk mengeleminir intoleransi yang masih merongrong ibu pertiwi,
rasa chauvinism, Melaksnakan dan mengembangkan Jiwa Nasionalisme sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki baik itu melalui olah raga, Budaya, dll, sehingga Indonesia
akan menjadi suatu New Emerging Force yang mampu menjadi Suatu Negara yang
berdaulat Adil dan Makmur serta mampu melaksnakan Ketertiban dunia dan menjadikan
sebagai suatu Negara Theistik Demokrasi demokrasi yang berlandaskan pada nilai
nilai agama, sebab demokrasi barat bukan merupakan akar budaya bangsa, bukan
merupakan solusi bangsa Indonesia, bukan pula demokrasi ala Timur Tengah
demokrasi yang tertutup oleh sekat-sekat kesukuan dan fatamorgana, oleh karena
itu kita para pemuda sebagai penerus bangsa perlu untuk menggali kembali dan
melaksanakan demokrasi kita yang telah
hilang, bukan demokrasi jalan tengah nya tetangga sebelah, Tetapi demokrasi
kita Theistik Demokrasi yang akan menjadi Total Station untuk menuju Gemah Ripah Repeh Rapih, Gemah ripah loh
Jenawi, baldatun toyyibun warobbun ghofur. Sebab keberhasilan dari usaha kita tetap merupakan berkat Rakmat Tuhan Yang Maha Esa.